Perlawanan Kolonialisme di Jawa Tengah dan Timur

JAWA TENGAH DAN TIMUR

1. pendahuluan
Perang melawan penjajahan di jawa tengah dan jawa timur yang berlangsung antara 1825- 1830 disebut juga perang diponegoro atau perang jawa karena meletus di hampir seluruh daerah di jawa. Hal ini di sebabkan munculnya yoyakarta sebagai suatu kekuasaan baru yang merupakan hasil perjanjian gianti (1755) antara raja mataram dengan pihak VOC. Hubungan yang berlangsung antara kekuasaan kerajaan mataram di jawa tengah dengan kekuasaan VOC sejak abad ke 17 sampai menjelang perang diponegoro, membawa akibat makin merosotnya kekuasaan bumitera tersebut. Wilayah Negara berangsur-angsur dianeksasi oleh belanda, seperti, karawang, semarang, Cirebon, rembang, jepara, Surabaya, pasuruan, dan Madura (1743). Sebaliknya semakin luas,sedangkan di bidang politik pengaruhnya pada mataram juga semakin besar, sehingga kegiatan kerajaan dan kegiatan pejabat kerajaan tinggi dalam birokrasi makin mudah di awasi oleh belanda.
Selain di bidang politik di bidang ekonomi pun pengaruh belanda cukup besar. Khususnya di jawa tengah usaha ekspansi wilayah dari belanda tidak lepas dari kepentingan ekonomis. Apa bila dalam abad ke 17 perhatian belanda sebagai badan perdagangan lebih di pusatkan pada perdagangan laut untuk mendapatkan monopoli. Maka pada abad 18 belanda berangsur menguasai daerah-daerah sepanjang pantai dan beberapa daerah pedalaman.
Sebelum perang diponegoro pecah, terjadi kekalutan di istana Yogyakarta yaitu pada masa pemerintahan sultan hamengku buwono II atau sultan sepuh yang memerintah 1792- 1810. Sultan sepuh menginginkan pemerintahan yang kuat dengan dibantu oleh orang-orang terdekatnya. Tindakan ini mengakibatkan sebagian pegawai yang berpengalaman mengundurkan diri. Sehingga tersebar benih-benih permusuhan antara pengikut sultan sepuh dan pengikut adipati anom (ayah diponegoro).
Kekecewaan golongan anti belanda di dalam istana menjadi semakin besar. Benih-benih pertentangan makin berkembang sikap acuh diponegoro terhadap intana membuat belanda curiga. Diponegoro lebih memilih tinggal di tegalrejo dari pada di istana, kecintaannya terhadap desanya yang membuat belanda geram dengan tidak di izinkannya pembangunana jalan yang melintas tanah makam di tegalrejo.  Tembakan meriam pada tanggal 20 juli 1825 pertanda perang dimulai. Seluruh daerah di jawa tengah dan timur pun melakuakan perlawanan.
1.      Jalannya perang
Perang mulai meningkat pasukan diponegoro berhasil maju merebut beberapa derah missal pacitan pada 6 agusrus 1825 dan puwodadi pada 28 agustus 1825. Pangeran di ponegoro menerima surat dari jendral de kock di Surakarta 7 agustus dan dan 14 agustus yang isinya menyatakan tentang tujuan berlawanan dimana ia menjamin keamana pangeran diponegoro dan pangeran mangkubumi. Pertempuran juga terjadi di semarang 11 september 1825 untuk menumpas rakyat semarang de kock mengerahkan semua pasukannya, dan jendral van geen tiba dari bone pada bulan September.
Secara tiba-tiba belanda melakukan serangan umum keselarong pada 2 0ktober 1825 tetapi sebelumnya diponegoro telah memerintahkan mengkosongkan daerah itu. Diderah pertempuran ialah pasukan sentot ali basyah salah seorang pemimpin uling pasukan diponegoro pada 28 juli 18267 berhasil melakukan penyergapan di pasuruan, pasukan ini juga yang dibawa diponegoro pada 9 agustus 1826 telah berhasil memukul mundur pasukanbelanda.
Kesulitan-kesulitan yang dialami selama periode perang 1825-1826 mendorong pemimpin militer belanda untuk menggunakan siasat baru yaitu sistem benteng tujuannya untuk menjepit ruang gerak pasukan diponegoro. Belanda juga berusaha untuk mendekati pemimipin-pemimpin pasukan di ponegoro. Dalam perundingan yang diadakan pada 9 agustus dan 23 austus 1827 namun usaha perundingan tidak berhasil. Markas diponegoro yang berada di banyumeneng pada tanggal 25 oktober mendapat serangan dari belanda, sebaliknya pasukan diponegoro yang berada didaerah lain melakukan serangan terhadap pos-pos belanda. Sedemikian jauh belanha masih belum dapat mematahkan kekuatan militer diponegoro.
3.Akhir Perang

            Perundingan taraf pertama yang di adakan pada tanggal 31 Oktober 1828 teryata gagal, sehingga  dianggap perlu adanya perundingan taraf kedua. Perundinag Mlangi menurut Diponegoro adalah atas kemauan Kyai Mojo sendiri .Dikatakan bahwa waktu itu Kyai Mojo Membawa  serta 500 -600 orang pasuka Bulkiya sedangkan dalam perundingan ia didampingi oleh ulama-ulama dari Panjang.Pada tanggal 20 Desember 1828 ia mengadakan perundingan atas benteng   belanda di daerah Nanggulan dan memperoleh kemenangan.
            Selanjutnya Pada tanggal 27 juni 1829 van Nes juga mengirim surat kepada Sentot Prawirodirdjo berisi ajakan untuk berdamai.Akhirnya pendekatan Belanda pada Sentot untuk berdamai berhasil dalam perundingan di Imogiri tanggal 17 Oktober 1829,yaitu setelah Belanda bersedia menerima beberapa syarat yang di ajukan oleh Sentot.Syarat-syarat itu antara lain,berisi:agar sentot diperbolehkan tetap memeluk agamanya,agama islam agar pasukannya tidak dibubarkan dan ia tetap menjadi pemimpinnya,agar ia dan seluruh anggotanya pasukannya tetap memakai serban.Dari persetujuan itu Sentot dan pasukanya pada tanggal 24 oktober 1829 memasuki ibu kota negara Yogyakarta untuk menyerahkan diri.
            Merosotnya kekuasaan perang Diponegoro makin Nampak setelah makin banyak orang-orang yang berperanan menyerah pada belanda.Pada tanggal 25 maret 1830 Jenderal De Kock dengan secara rahasi member instruksi untuk menagkap Diponegoro.Perundingan yang diadakan pada tanggal 28 maret 1830 teryata berakhir dengan kegagalan.Di rumah Residen Kedu yang yang menjadi tempat perundingan itu Diponegoro ditangkap.Dengan ditangkapnya Pageran Diponegoro bahwa Pimpinan tertinggi perlawanan tidak ada lagi.Perlawanan di daerah-daerah yang sejak awal tahun 1830 telah menurun menjadi semkin lemah dan  akhirnya tidak berarti lagi.
            Bagi Belanda penangapan Diponegoro berarti kebebasan dari beban pembiayaan perang yang semakin Besar Berdasrkan keputusan pemerintahan Belanda di Batavia pada tanggal 30 April 1830 Diponegoro Disingkirkan ke Menado.Karena di Menado penjagaan atas Diponegoro dirasa kurang kuat maka pada tahun 1834 Belanda memindahkannya ke tempat pembuangan di ujung pandang.Disinilah Diponegoro tinggal sampai Meninggalnya pada tanggal 8 Januari 1855 dalam usia kurang lebih 70 Tahun.   

















4.Kesimpulan

            Sejak abad 17 mataram menjalin hubungan dengan pihak VOC, sejak saat itu juga berangsur-angsur tejadi  dianeksasi wilayah di jawa. Semakin luasnya wilayah kekuasaan belanda dan memiliki pengaruh politik yang besar di kerajaan mataram sehingga belanda mudah mengawasi pejabat-pejabat tinggi dan birokrasinya. Sejak abad 17-18 belanda berhasil menguasai monopoli perdagangan laut dan berangsur-angsur daerak –derah pesisir pantai. Sebelum perang diponegoro pecah terjadi perselisihan antara sultan sepuh dan adipati anom. Hal ini membuat diponegoro acuh terhadap urusan istana dan tinggal di tegalrejo desa leluhurnya. Awal mula  ketika pembagunan jalan yang melintasi tanah pemakaman leluhur diponegoro hal ini tidak disetujui diponegoro dan akhirnya perang benar-benar terjadi setelah terdengan bunyi meriam pada 20 juli 1825. Seluruh wilayah di jawa tengah dan timur pun menyerukan perang.
Perang mulai meningkat pasukan diponegoro berhasil maju merebut beberapa derah missal pacitan pada 6 agusrus 1825 dan puwodadi pada 28 agustus 1825. Secara tiba-tiba belanda melakukan serangan umum keselarong pada 2 0ktober 1825 tetapi sebelumnya diponegoro telah memerintahkan mengkosongkan daerah itu. Kesulitan-kesulitan yang dialami selama periode perang 1825-1826 mendorong pemimpin militer belanda untuk menggunakan siasat baru yaitu sistem benteng tujuannya untuk menjepit ruang gerak pasukan diponegoro. Markas diponegoro yang berada di banyumeneng pada tanggal 25 oktober mendapat serangan dari belanda, sebaliknya pasukan diponegoro yang berada didaerah lain melakukan serangan terhadap pos-pos belanda.
Selanjutnya Pada tanggal 27 juni 1829 van Nes juga mengirim surat kepada Sentot Prawirodirdjo berisi ajakan untuk berdamai. Merosotnya kekuasaan perang Diponegoro makin Nampak setelah makin banyak orang-orang yang berperanan menyerah pada belanda.Pada tanggal 25 maret 1830 Jenderal De Kock dengan secara rahasi member instruksi untuk menagkap Diponegoro. Pada tanggal 30 April 1830 Diponegoro Disingkirkan ke Menado.Karena di Menado penjagaan atas Diponegoro dirasa kurang kuat maka pada tahun 1834 Belanda memindahkannya ke tempat pembuangan di ujung pandang.Disinilah Diponegoro tinggal sampai Meninggalnya pada tanggal 8 Januari 1855 dalam usia kurang lebih 70 Tahun.   

0 Response to "Perlawanan Kolonialisme di Jawa Tengah dan Timur"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel